Kisah Teuku Markam, Penyumbang 28 Kg Emas Monas di Penjara Orba dan Asetnya Disita
ACEHLIVE.COM – Monas atau Monumen Nasional merupakan Tugu yang dibangun guna mengenang sejarah perjuangan Indonesia hingga akhirnya bisa merdeka dari Kolonial Belanda. Monas sendiri merupakan proyek mercusuar kebanggaan Presiden Soekarno.
Monas dibangun saat Indonesia masih dalam kondisi ekonomi yang sulit lantaran baru seumur jagung jadi negara berdaulat. Gagasan Monas sudah ada sejak 1954. Namun pembangunannya baru bisa dicanangkan pada tahun 1961, sementara penyelesaiannya dilakukan di tengah situasi peralihan politik menuju Orde Baru.
Arsiteknya adalah Frederich Silaban yang juga merancang desain pembangunan Masjid Istiqlal. Frederich juga dibantu arsitek lain yaitu Soedarsono dan Rooseno. Baca juga: Ironi Gula, Eksportir Era Hindia Belanda, Jadi Importir Usai Merdeka Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+ Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972.
Pembangunan kemudian dilanjutkan di era Presiden Soeharto hingga selesai dan resmi dibuka pada tahun 1975. Soekarno sendiri belakangan meninggal dunia pada Juni tahun 1970 selama masa pengasingan di Wisma Yaso. Ini berarti, sang pencetus Monas tak bisa melihat Tugu Monas selesai dibangun hingga akhir hayatnya. Sejarah Monas Mengutip Harian Kompas, Wali Kota Jakarta tahun 1953-1960 (setingkat gubernur saat ini), Sudiro, mengatakan dalam tulisannya di Harian Kompas, Rabu, 18 Agustus 1971, bahwa ide pendirian Monas muncul dari seorang masyarakat biasa. “Yang memiliki ide pertama kali adalah seorang warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo,” tulis Sudiro. Sarwoko, mendambakan adanya simbol perjuangan bangsa di Kota Jakarta yang berbentuk tugu yang ditempatkan di tengah Lapangan Merdeka.
Proses pembangunan Monas Proses pembangunan Monas berlangsung selama 14 tahun yang dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 1961 yang dikerjakan oleh Panitia Monumen Nasional dengan Presiden Soekarno sendiri sebagai ketuanya. Pendirian dimulai dengan pondasi yang baru rampung pada Maret 1962.
Pembangunan tahap kedua dimulai pada tahun 1966 oleh Panitia Pembina Tugu Nasional yang dikepalai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tahap kedua ini fokus pada pembangunan fisik. Baca juga: Bisnis Bob Hasan, Julukan Raja Hutan dan Kedekatan dengan Soeharto Pengerjaan dilanjutkan kembali pada tahun 1969 hingga 1975, tahap ketiga, dengan tambahan diorama pada museum sejarah, sebagai bagian dari Monumen Nasional. Ketika Monas mulai dibangun pada tahun 1961, Indonesia sedang mencalonkan diri untuk tuan rumah Asian Games ke-4 tahun 1962. Bersama dengan Monas, dibangun pula Tugu Selamat Datang, Gelora Bung Karno, dan Hotel Indonesia. Pembangunan tersebut ditujukan untuk menampilkan kebesaran bangsa Indonesia di mata dunia. Kebesaran itu salah satunya ditandai dengan pendanaan Monas yang berasal dari partisipasi masyarakat Indonesia.
Pemerintah mencanangkan sumbangan wajib untuk pengusaha bioskop se-Tanah Air. Dalam kurun waktu November 1961 hingga Januari 1962 tercatat 15 bioskop di Indonesia berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 49.193.200,01.
Sumbangan lain datang dari Teuku Markam, seorang pengusaha dari Aceh, yang memberikan sekitar 28 kilogram dari total 38 kilogram emas yang dipasang di puncak tugu. Profil Teuku Markam Teuku Markam merupakan keturunan Uleebalang yang lahir tahun 1925 di Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara dan dinamai Teuku Marhaban. Teuku Markam sendiri sudah lama dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan Soekarno. Dia pernah berdinasi di militer sebelum kemudian banting setir menjadi saudagar karena merasa tak cocok dengan dinas militer. Dalam perjalanannya sebagai pengusaha kaya raya di awal kelahiran Republik, Teuku Markam banyak terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa. Dia mendirikan perusahaan perdagangan bernama PT Markam. Namun karena kedekatannya dengan Soekarno pula, yang membuat nasibnya berubah drastis di era Presiden Soeharto.
Tahun 1966, dirinya pernah dipenjara oleh rezim Orde Baru tanpa proses pengadilan. Teuku Markam begitu berpengaruh ketika Presiden Soekarno memimpin Indonesia. Namun, keadaan berubah ketika Soekarno turun takhta dan digantikan oleh Soeharto. Teuku Markam dituduh terlibat aktif dalam pemberontakan PKI serta dianggap Sukarnois garis keras. Pada tahun 1966, Teuku Markam diciduk dan dipenjara tanpa proses peradilan oleh rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Pertama-tama ia dimasukkan ke tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba, Jalan Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke tahanan Cipinang, dan terakhir dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk politisi di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur.
Tahun 1972, ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Soebroto selama lebih kurang dua tahun. Teuku Markam baru bebas tahun 1974.
Ia meninggal pada tahun 1985 akibat komplikasi penyakit di Jakarta. Asetnya diambil alih Mengutip Warta Kota, sebagian aset perusahaan Teuku Markam, PT Markam, kemudian dialihkan sebagai aset BUMN yang kini bernama PT Berdikari (Persero). Soeharto, Ketua Presidium Kabinet Ampera I, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku Markam berupa perkantoran, tanah, dan lain-lain, yang kemudian dikelola PT Berdikari yang didirikan Suhardiman, Bustanil Arifin, dan Amran Zamzami atas nama pemerintahan RI. Pada tahun 1974, Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974 yang isinya antara lain penegasan status harta kekayaan eks PT Karkam/PT Aslam/PT Sinar Pagi yang diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus pinjaman yang nilainya Rp 411.314.924 sebagai modal negara di PT PP Berdikari. Semua properti dan harta Teuku Markam diambil alih pemerintah. Alhasil, hidup sanak keluarga dari saudagar kaya ini sempat terlunta-lunta.
Sumber: Kompas dotcom