Mengenal Kesenian Kuno
ACEHLIVE.COM – Rapa’i adalah salah satu alat musik tradisional yang ada di Aceh, Indonesia.
Rapa’i termasuk alat musik jenis tabuh, seperti gendang atau drum.
Alat musik rapa’i mirip seperti bentuk rebana, yaitu alat musik asal Timur Tengah. Namun ukuran rapa’i lebih besar dari pada rebana.
Ring rapa’i atau disebut “baloh” rapa’i yang dibuat dari kayu merbau. Kayu Merbau bahan baloh harus memiliki usia diatas seratus tahun. Makin tua usia kayu, makin bagus. Baloh atau ring rapa’i yang paling dicari adalah batang yang berada dalam tanah atau batang yang dikelilingi akar kayu .
Semakin dalam berada dalam tanah, dianggap semakin baik karena dinilai sangat keras.
Namun, pengambilan baloh/ring, tidak dapat dilakukan secara serampangan. Sebelum bahan baku ring dipotong dan dibawa, harus ada prosesi atau ritual. Ada doa doa yang dipanjatkan. Ada percakapan dan “basa basi “, dengan “pemilik tempat”. “Pemilik tempat ” yang maksud adalah para “penunggu” atau mahluk pemilik kayu bekal ring. Selain itu, ada semacam “sejajen” atau pemberian penganan kecil. Biasanya, pengaman tersebut makanan yang terbuat dari beras ketan. Selain dimakan sendiri usai berdoa, sedikit “sesajen ” juga ditempatkan disekitar pohon Merbau yang akan diambil.
Usai diambil, pohon Merbau yang tumbuh di belantara hutan tersebut, dibawa kepada pengrajin untuk dipahat atau dibentuk menjadi ring atau baloh rapa’i.
Usai dibentuk menjadi ring, kayu Merbau yang sudah berbentuk bulat tersebut, akan direndam di dalam lumpur selama sekitar satu atau dua bulan. Biasanya, direndam dalam lumpur persawahan. Perendaman ini untuk menciptakan warna ring menjadi warna hitam. Semakin lama direndam, maka warna hitam semakin pekat. Semakin pekat, dianggap semakin indah. Sedangkan warna asli ring tersebut adalah warna coklat, yaitu warna asli kayu Merbau.
Tahap selanjutnya adalah ring itu dipasang kulit kambing. Kulit kambing yang menjadi pasangan ring rapa’i juga memiliki beberapa persyaratan. Umumnya, yang dipakai adalah kulit kambing jantan berusia muda. Umumnya, kambing jantan dengan umur dibawah satu tahun.
Dipercaya, kulit kambing yang bagus adalah kulit kambing “warna seribu”. Kulit kambing warna seribu adalah kambing yang berwarna dasar coklat muda dengan bulu bintik bintik putih seukuran kelereng pada kulitnya.
Persyaratan ring dan bulu kambing dipercaya akan berdampak pada bagus tidaknya suara rapa’i ketika ditabuh.
Harga rata rata sebuah rapa’i sekitar 7 juta rupiah per-unit. Namun harganya bisa mencapai 25 juta rupiah jika dianggap dianggap sebuah rapa’i bagus. Demikian juga sebaliknya, harga rapa’i bisa dibawah harga 7 juta rupiah jika dinilai mutunya dibawah standar.
Rapa’i yang bagus adalah rapa’i yang bersuara besar dan nyaring, baik ketika ditabuh pada nada tenor ataupun pada saat ditabuh pada nada minor.
Permainan rapa’i dilakukan secara berkelompok. Biasanya, jumlah anggota kelompok antara 10 hingga 50 orang pemain. Tergantung jumlah rapa’i pada suatu desa. Permainan ini, biasanya dilakukan dilakukan setiap pekan sekali. Jika dimainkan oleh satu kelompok, permainan ini dianggap sebagai latihan sambil melepaskan hobby.
Sedangkan permainan yang bersifat pertandingan, disebut sebagai rapa’i uroh, atau rapa’i tunang ataupun rapa’i daboh. Satu orang menabuh satu rapa’i.
Padarapa’i uroh atau rapa’i tunang, masing masing kesebelasan menurunkan 25 hingga 40 pemain.Tergantung kesepakatan antar dua kelompok yang bertanding.**
**SUMBER : GEOVICE.NET