Jejak Armada Pasukan Inong Balee, Prajurit Tempur Perempuan Aceh yang Kalahkan Penjajah Belanda
ACEHLIVE.COM – Pernahkah anda mendengar tentang pasukan Inong Balee? Kini mungkin yang bisa terdengar adalah peninggalannya yakni benteng Inong Balee yang terletak di Aceh. Namun, ternyata Inong Balee adalah pasukan perempuan yang berhasil melawan penjajah.
Benar! Inong Balee adalah pasukan yang berisikan prajurit perempuan rakyat Aceh pada masa penjajahan Belanda dan Portugis. Tak main-main, pasukan ini bahkan menjadi simbol kekuatan dan keberanian perempuan Aceh, yang kala itu berhasil mengalahkan pasukan Belanda.
Secara bahasa, nama ‘Inong Balee’ artinya ‘Pasukan Armada Janda’. Inong dalam Bahasa Aceh adalah perempuan dan balee adalah janda, demikian keterangan yang ada di situs jurnal Unpad.
Meskipun demikian, sebagian besar anggotanya merupakan perempuan muda dan lajang yang berusia awal dua-puluhan, bahkan ada yang berusia belasan tahun, menurut keterangan yang dikutip dari buku berjudul “Post-War Security Transitions: Participatory Peacebuilding After Asymmetric Conflicts”.
Sejarah dan Pendiri Pasukan Inong Balee Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI, pasukan Inong Balee terbentuk pada masa Sultan Alaydin Ali Riayat Syah IV Saydil Muqammil yang memerintah Kerajaan Aceh pada 997 hingga 1011 M (1589-1604).
Pasukan ini dibentuk atas permintaan Laksamana Malahayati dan dikomandoi langsung olehnya. Laksamana Malahayati adalah seorang wanita bangsawan Aceh yang terkenal dengan keberaniannya.
Nama asli Malahayati adalah Keumalahayati. Ia merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah, seorang panglima perang kesultanan Aceh.
Setelah suaminya, Sultan Mahmud Syah, gugur dalam pertempuran melawan Portugis, Malahayati mengambil alih komando pasukan dan membentuk Pasukan Inong Balee. Berbekal kemampuan yang didapat ketika menimba ilmu di Mahad Baitul Maqdis, Malahayati melatih Inong Balee menjadi pasukan tempur.
Pasukan Inong Balee yang berjumlah mencapai 2.000 orang pun ditakuti oleh musuh di perairan pesisir Aceh Besar serta Selat Malaka.
Sultan Aceh mendaulatnya sebagai panglima armada laut alias laksamana dan merupakan perempuan pertama di dunia yang menyandang jabatan itu.
Sultan juga membekali pasukan Inong Balee dengan 100 unit kapal perang ukuran besar berkapasitas masing-masing 400 pasukan. Pasukan Inong Balee mulai dilibatkan dalam beberapa peperangan melawan Portugis dan Belanda.
Di kemudian hari, atas kiprahnya sebagai tokoh sejarah bangsa Indonesia dan merupakan laksamana laut wanita pertama di dunia, Laksamana Malahayati mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2017.
Ini disahkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Eksistensi dan Peran Inong Balee di Medan Perang Dikutip dari indonesia.go.id, salah satu pertempuran terkenal yang melibatkan Pasukan Inong Balee adalah pertempuran di Teluk Haru pada 1599. Inong Balee berhasil mengalahkan armada Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Kala itu, pasukan Inong Balee berhasil menghancurkan dua kapal dagang Belanda. Dalam sebuah duel satu lawan satu di atas kapal musuh pada 11 September 1599, Laksamana Malahayati berhadapan dengan Cornelis de Houtman, penjelajah dan penjajah Belanda. Nyawa Cornelis pun melayang karena Keumalahayati.
Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan militer mereka tetapi juga mengukuhkan posisi Aceh sebagai kekuatan maritim yang disegani pada masa itu. Pasukan Inong Balee ikut serta dalam beberapa perang melawan Portugis dan Belanda.
Wilayah pertempuran mereka tidak hanya terbatas di Selat Malaka, tetapi juga meluas hingga pantai timur Sumatra dan Malaya. Mereka pun membangun Benteng Inong Balee di atas bukit tak jauh dari pesisir Teluk Ramleh di Kluen Raya, Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Jejak Peninggalan: Benteng Inong Balee Jejak peninggalan armada pasukan Inong Balee dapat ditemui di Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, yakni berupa Benteng Inong Balee.
Benteng ini membentang dari ujung Barat Teluk Krueng Rata hingga jauh ke pesisir Timur Aceh Besar. Ini menggambarkan bahwa letaknya strategis untuk mendukung perang pada masa itu.
Kini, kondisi benteng ini tak lagi utuh, hanya tersisa reruntuhan saja. Faktor alam mempengaruhi kondisi benteng Inong Balee. Dinding barat yang berbatasan dengan jurang rawan mengalami longsor.
Selain itu, hampir semua bagian benteng juga ditumbuhi pepohonan. Hal ini karena ombak di Teluk Krueng Raya sering menghempaskan batuan penyusun benteng ke dalam lautan.
Sumber: detik dotcomÂ