Meriam Lada Sicupak, Jejak Hubungan Aceh dan Turki Usmani
0
179
0
0
ACEHLIVE.COM – Akademisi asal Turki, Mehmet Ozay, mengungkapkan bahwa kebijakan rempah Aceh pada abad ke-16 menjadi faktor penting dalam menjalin hubungan ekonomi-politik antara Aceh dengan Kesultanan Utsmaniyah.
Hal itu terlihat dari adanya bukti-bukti sejarah yang menunjukkan kerjasama dan pertukaran antara kedua negara, kata Mehmet Ozay, yang merupakan dosen di Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM).
Dia menyampaikan hal itu dalam seminar internasional bertajuk “Rempah: Jejak Sejarah Jalur Rempah dan Peluang Masa Depan Ekonomi Rempah,” yang berlangsung di Auditorium Prof Ali Hasyimi, UIN Ar-Ranirry Banda Aceh, Senin (6/11/2023). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Pekan Kebudayaan Aceh ke-8 (PKA-8) tahun 2023.
Dalam seminar tersebut, Mehmet menjelaskan bahwa Aceh secara aktif dan terus-menerus mengundang Kesultanan Utsmaniyah, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Sulaiman I (1520-1566), untuk berpartisipasi dalam persaingan komersial di Samudera Hindia. Hal ini didasarkan pada kesamaan agama Islam dan kepentingan ekonomi-politik antara kedua negara.
“Aceh mengundang Utsmaniyah melalui kebijakan rempahnya, yang merupakan komoditas ekonomi yang sangat diminati di Eropa. Aceh juga meminta bantuan militer dari Utsmaniyah untuk mengusir Portugis dari Malaka, yang merupakan pusat perdagangan di Asia Tenggara,” kata Mehmet dalam presentasinya.
Mehmet menambahkan bahwa Utsmaniyah merespon undangan Aceh dengan mengirimkan utusan, bantuan militer, dan perdagangan rempah-rempah.
Salah satu bukti yang dikemukakan Mehmet adalah “Meriam Lada Sicupak” berarti meriam segenggam lada, yang merujuk pada kunjungan utusan Aceh ke Istanbul pada tahun 1566-1567. Utusan tersebut membawa lada putih dan meriam sebagai hadiah untuk Sultan Utsmaniyah.
Mehmet juga menunjukkan adanya keluarga Turki yang tinggal di Aceh, yang dikenal sebagai Pahlawan Tujuh, yang merupakan keturunan dari pasukan Utsmaniyah yang dikirimkan untuk membantu Aceh melawan Portugis. Jejak sejarah hubungan diplomatik antara Turki dan Aceh dapat ditemui di beberapa wilayah yaitu di Gampong Bitai, Emperoum, Gampong Pande, Idi Rayeuk, dan Bireuen.
Ozay berharap seminar ini dapat memberikan kontribusi untuk mengeksplorasi kembali sejarah ekonomi-politik Utsmaniyah dalam konteks jalur rempah melalui Samudera Hindia, yang merupakan bagian dari proses globalisasi pada abad ke-16. (*)